Pada hari Senin, 30 Juni 2025, sebuah studi yang dilakukan oleh National Institutes of Health (NIH) menemukan bahwa terapi hormon dapat mempengaruhi risiko kanker payudara pada wanita di bawah usia 55 tahun. Penelitian ini dapat memberikan panduan bagi rekomendasi klinis tentang penggunaan terapi hormon di kalangan wanita muda.

Dalam penelitian tersebut, para ilmuwan menemukan bahwa wanita yang menjalani terapi hormon estrogen tanpa progestin (E-HT) memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mengembangkan kanker payudara jika dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan terapi hormon. Di sisi lain, wanita yang menerima terapi hormon estrogen ditambah progestin (EP-HT) menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker payudara. Temuan ini sangat penting karena dapat membantu memberdayakan dokter dan pasien dalam mengambil keputusan terkait terapi hormon.

Kedua jenis terapi hormon yang dianalisis dalam penelitian ini sering digunakan untuk mengelola gejala yang terkait dengan menopause atau setelah prosedur bedah seperti histerektomi (pengangkatan rahim) atau ooforektomi (pengangkatan satu atau kedua indung telur). Terapi estrogen tanpa progestin umumnya direkomendasikan hanya untuk wanita yang telah menjalani histerektomi, mengingat risikonya yang diketahui terkait kanker rahim.

Penulis utama studi, Katie O’Brien, Ph.D., dari National Institute of Environmental Health Sciences (NIEHS), menyatakan, “Terapi hormon dapat sangat meningkatkan kualitas hidup wanita yang mengalami gejala menopause parah atau yang telah menjalani operasi yang mempengaruhi kadar hormon mereka. Studi kami memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang risiko yang terkait dengan berbagai jenis terapi hormon, yang kami harap akan membantu pasien dan dokter mereka merumuskan rencana perawatan yang lebih terinformasi.”

Penelitian ini melibatkan analisis data dari lebih dari 459.000 wanita di bawah 55 tahun di seluruh Amerika Utara, Eropa, Asia, dan Australia. Wanita yang menggunakan E-HT mengalami penurunan insiden kanker payudara sebesar 14% dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menggunakan terapi hormon. Efek perlindungan ini lebih terasa pada wanita yang memulai E-HT pada usia lebih muda atau yang menggunakannya lebih lama. Sebaliknya, wanita yang menggunakan EP-HT mengalami peningkatan 10% dalam risiko kanker payudara dibandingkan dengan non-pengguna, dengan tingkat yang lebih tinggi sebesar 18% di antara pengguna yang menggunakan EP-HT lebih dari dua tahun.

Menurut para penulis, hal ini menunjukkan bahwa risiko kumulatif kanker payudara sebelum usia 55 tahun untuk pengguna EP-HT dapat mencapai sekitar 4,5%, dibandingkan dengan risiko 4,1% untuk wanita yang tidak pernah menggunakan terapi hormon dan 3,6% untuk mereka yang menggunakan E-HT. Selain itu, hubungan antara EP-HT dan kanker payudara sangat meningkat pada wanita yang tidak menjalani histerektomi atau ooforektomi, yang menunjukkan pentingnya mempertimbangkan status bedah ginekologi saat mengevaluasi risiko memulai terapi hormon.

“Temuan ini menekankan perlunya nasihat medis yang dipersonalisasi saat mempertimbangkan terapi hormon,” kata Dale Sandler, Ph.D., seorang ilmuwan di NIEHS dan penulis senior. “Wanita dan penyedia layanan kesehatan mereka harus mempertimbangkan manfaat meredakan gejala dibandingkan dengan potensi risiko yang terkait dengan terapi hormon, terutama EP-HT. Bagi wanita yang memiliki rahim dan indung telur yang utuh, meningkatnya risiko kanker payudara dengan EP-HT harus menjadi perhatian serius.”

Penulis mencatat bahwa studi ini konsisten dengan penelitian besar sebelumnya yang mendokumentasikan asosiasi serupa antara terapi hormon dan risiko kanker payudara pada wanita yang lebih tua dan pascamenopause. Studi baru ini memperluas temuan tersebut ke wanita muda, memberikan bukti penting untuk membantu dalam pengambilan keputusan bagi wanita yang menjalani menopause.

Tentang National Institute of Environmental Health Sciences (NIEHS): NIEHS mendukung penelitian untuk memahami efek lingkungan terhadap kesehatan manusia dan merupakan bagian dari National Institutes of Health. Untuk informasi lebih lanjut tentang NIEHS atau topik kesehatan lingkungan, kunjungi

Profile Image

Aaliyah Carter